MURATARA – Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) kembali menuai sorotan tajam. Bukan hanya persoalan keuangan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), namun juga kegagalan dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda), lemahnya pengawasan PETI, hingga persoalan etika pejabat yang dipertanyakan.
Berdasarkan hasil audit BPK tahun anggaran 2024, ditemukan adanya kelebihan bayar honorarium di Satpol PP. Menanggapi hal itu, Kasat Pol PP Muratara, Sumedi, saat dikonfirmasi mengaku telah melakukan penyetoran balik ke kas daerah.
“Berdasarkan temuan audit BPK sebagai ketaatan kami laksanakan setor balik. Sudah kami setor ke kas daerah,” ujar Sumedi.
Namun, di tengah sorotan integritas atas persoalan keuangan tersebut, publik juga tidak lupa dengan catatan moral Sumedi. Sebelumnya, ia pernah tertangkap basah tengah asyik scroll Facebook di ponselnya saat rapat paripurna DPRD Muratara berlangsung. Aksi tersebut menuai kritik karena dianggap tidak mencerminkan sikap wibawa pejabat publik sekaligus melecehkan forum rapat resmi daerah.
Selain itu, Satpol PP di bawah kepemimpinannya juga dinilai gagal menjalankan tugas pokok dalam penegakan Perda. Masih banyak hewan ternak berkaki empat yang berkeliaran di jalan lintas umum tanpa adanya tindakan tegas.
Sumedi beralasan keterbatasan personel membuat razia belum maksimal.
“Kami akan laku giat razia namun saat ini dengan keterbatasan anggota yang mesti kami bagi di pos pantau gabungan terpadu, giat pengamanan rangkaian HUT Kemerdekaan, dan giat sosialisasi serta turun langsung ke lokasi PETI. Saat ini harus kami prioritaskan demi melayani masyarakat terkait akibat PETI,” jelasnya.
Terkait maraknya PETI, Sumedi menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya pengawasan melalui Pos Pantau Gabungan.
“Semenjak pos didirikan, sudah 30 unit alat berat yang keluar melalui Pos Pantau Gabungan. Saat kami menelusuri berdasarkan info dari masyarakat, tim satgas turun ke lapangan tapi tidak ditemukan lagi. Kemungkinan masih ada dompeng yang kucing-kucingan, dan kami akan bekerja sampai tuntas,” ungkapnya.
Namun, meski Kasat Pol PP ditunjuk sebagai Ketua Satgas Penanganan PETI, faktanya hingga kini aktivitas tambang ilegal masih marak di berbagai wilayah Muratara. Hal ini memperkuat penilaian publik bahwa Satpol PP di bawah kepemimpinan Sumedi gagal total, baik dari sisi integritas keuangan, kinerja penegakan Perda, maupun etika.
Ketua Aliansi Pemuda Silampari Bersatu (APSB), Alam Budi Kusuma, menegaskan bahwa persoalan ini bukan lagi sekadar kelalaian teknis, melainkan krisis wibawa dan tanggungjawab.
“Satpol PP itu simbol ketegasan pemerintah. Kalau pimpinannya pernah ketahuan main media sosial di ruang paripurna, kemudian juga bermasalah dalam pengelolaan keuangan dan gagal memberantas PETI, publik akan menilai ini krisis integritas dan moral yang sangat serius,” ujar Alam.
Lebih lanjut, ia mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan.
“Jika ada temuan keuangan, apalagi terkait PETI sebelumnya pernah mengaku kecolongan tapi juga mengatakan sengaja membiarkan saat mobil minyak masuk itu bentuk ketidak seriusan dalam memberantas aktivitas tambang ilegal, maka aparat hukum wajib mengusut. Kalau dibiarkan, Satpol PP bukan lagi pelindung masyarakat, tapi justru beban bagi APBD Muratara,” pungkasnya.
(Elda Elian)










